Semua Bid’ah Adalah Sesat ?
"Kullu bid'atin dholalah". Sebuah frase dari hadis nabi yang disalah artikan oleh sebuah gerakan baru lalu melahirkan berbagai penafsiran, menjadi landasan ideologi yang berani mendobrak tradisi umat islam kebanyakan dan menimbulkan perpecahan tajam di antara kaum muslimin. Di antara propaganda yang dilemparkan oleh segolongan orang yang mengaku pengikut salaf adalah gerakan membabi buta memerangi semua hal-hal "baru" dan mengingkarinya dengan tuduhan bahwa itu adalah bid'ah yang sesat padahal syariat islam sendirilah yang mengharuskan kita untuk membagi bid'ah menjadi bid'ah yang baik dan bid'ah yang buruk.
Masalah bid'ah memang telah lama menjadi perdebatan di kalangan internal umat islam bahkan acapkali berujung konflik terutama pada lapisan akar rumput. Untuk menjernihkan masalah ini kita harus memulainya dari akarnya yaitu hadis yang menjadi landasan ideologi mereka. Jika kita sudah mengkajinya lebih dalam kita akan mengerti apa yang dimaksud bid'ah pada hadis tersebut.
Klasifikasi bid'ah menjadi bid'ah hasanah dan bid'ah sayyi'ah merupakan pendapat yang telah ditetapkan oleh para ulama yang diakui sebagai pakar qur'an dan hadis dari pendahulu umat ini semoga allah meridhoi mereka seperti al'izz bin abdissalam, nawawi, suyuthi, mahalli dan ibnu hajar.
Hadis-hadis nabi saling menjelaskan dan berkaitan satu sama lain sehingga kita harus melihat kesemuanya sebagai satu keseluruhan dan mengarahkannya sesuai dengan aturan dan metode yang telah ditetapkan dan disepakati oleh ulama. Tidak boleh kita mengambil mentah-mentah satu hadis tanpa mempelajari keseluruhan hadis lainnya yang masih berkaitan sebelum mengambil kesimpulan hukum dari hadis tersebut. Karena itulah kita menemukan banyak hadis yang penafsirannya membutuhkan kajian dan telaah lebih lanjut dari pakarnya dengan mengacu kepada standar yang telah diakui dan ditetapkan. Merumuskan syari'ah hanya boleh dilakukan para expert setelah melakukan analisa mendalam dengan memperhatikan dinamika sosial masyarakat dan mengarahkan hadis nabi sesuai dengan metode yang telah dikembangkan para ulama.
Termasuk kategori hadis di atas adalah sabda nabi "orang yang memiliki rasa sombong sedikitpun di hatinya tidak akan masuk surga". Dengan hanya melihat hadis ini, kita tidak boleh membuat sebuah kesimpulan bahwa orang yang memiliki sedikitpun rasa sombong tidak akan pernah masuk surga tetapi kita harus melihat secara menyeluruh, mengkaji dan meneliti apakah ada hadis lain yang masih berkaitan lalu menganalisa untuk merumuskan arah hadis di atas. Rasulullah juga pernah bersabda di lain kesempatan "orang yang masih memiliki iman sedikitpun dalam hatinya akan masuk surga". Dua hadis yang sepertinya tidak saling mendukung dan kontradiktif.
Kedua hadis di atas sepertinya memang bertentangan atau paradoks dan malah menimbulkan kebingungan jika dicerna mentah-mentah. Bisa saja orang yang sombong masih memiliki iman dalam hatinya. Lalu bagaimana statusnya apakah ia tidak akan masuk surga sebagaimana sabda nabi yang pertama atau akan masuk surga seperti bunyi hadis kedua? Di situlah dibutuhkan kejelian dan studi kritis untuk mengarahkan dan menafsirkan sebuah hadis dan itu hanya bisa dilakukan oleh mereka pakar hadis yang mengenal dan menghapal banyak hadis sehingga tidak terjadi disinterpretasi atau kesalahpahaman.
Para ulama telah memadukan maksud kedua hadis di atas sehingga tidak menimbulkan kontradiksi. Maksud hadis pertama adalah orang yang memiliki rasa sombong dalam hatinya tidak akan termasuk golongan mereka yang pertama-tama masuk surga, artinya mereka bisa masuk surga tapi bukan yang pertama-tama memasukinya. Sedangkan hadis kedua berarti mereka yang masih memiliki iman sedikitpun dalam hatinya maka ia akan masuk surga meski mungkin saja itu terjadi setelah melewati tahapan siksa neraka untuk mempertanggung jawabkan perbuatannya di dunia.
Begitu pula hadis nabi "semua bid'ah adalah sesat". Secara eksplisit hadis ini memang berarti semua bid'ah adalah sesat, tetapi sesuai dengan kaidah yang telah dirumuskan, tidak semua orang bisa menerapkan hadis nabi secara praktis lalu serta merta menggeneralisasikan hadis diatas untuk semua "hal baru". Bukan kapasitas kita mencomot langsung sebuah hadis untuk istinbath hukum langsung dari hadis tersebut. Perlu dilakukan telaah secara komprehensif karena masih banyak hadis-hadis lain yang berkaitan lalu dilakukan perpaduan sehingga bisa ditentukan maksud dari hadis tersebut.
Jika menilik redaksi hadis bid'ah yang bersifat umum lalu melihat perilaku para sahabat sebagai generasi terdekat yang tentunya paling memahami hadis nabi dari sudut kontekstual yang melingkupinya maka bisa ditarik kesimpulan bahwa yang dimaksud bid'ah pada hadis tersebut adalah bid'ah sayyi'ah, bida'h yang menyalahi norma syari'ah yang telah berlaku bukan semua hal baru hasil kreasi atau ijtihad para ulama yang mewarnai praktek ibadah umat islam dan bernilai positif tanpa menodai misi utama beribadah. Para sahabat nabi tidak menutup pintu untuk hal-hal positif yang belum pernah terjadi di zaman nabi saw. seperti kodifikasi al-qur'an yang terjadi pada era sayyidina utsman.Toh itu juga berangkat dari hadis nabi yang lain. Nabi bersabda yang kesimpulannya "barang siapa yang menjadi pelopor bagi tradisi yang bagus maka ia akan mendapatkan pahalanya dan pahala mereka yang mengamalkannya hingga hari kiamat".
Masih ada satu lagi yakni definisi bid'ah, berasal dari bahasa arab yang berarti hal baru, yang masih menjadi perdebatan. Jika mereka, orang yang memproklamirkan diri mengusung gerakan pemurnian islam itu menyalahkan kita karena membagi bid'ah menjadi dua macam dengan beralasan nabi sendiri tidak membaginya –di hadis tersebut- menjadi dua, maka kita mempunyai argumen bahwa nabi juga tidak membagi bid'ah menjadi bid'ah diniyyah dan dunyawiyyah seperti yang mereka katakan. Ini berarti kata bid'ah pada hadis tersebut tidak general. Masih perlu peninjauan pada hadi-hadis nabi yang lain untuk menentukan apa definisi bid'ah dan hadis nabi jualah yang menuntun kita untuk membaginya menjadi dua macam seperti pemaparan sebelumnya.
ditulis oleh Fahmi Amiruddin Zaini
Penerbit Imtiyaz mengucapkan terima kasih banyak sudah berkenan berbagi ^o^
Masalah bid'ah memang telah lama menjadi perdebatan di kalangan internal umat islam bahkan acapkali berujung konflik terutama pada lapisan akar rumput. Untuk menjernihkan masalah ini kita harus memulainya dari akarnya yaitu hadis yang menjadi landasan ideologi mereka. Jika kita sudah mengkajinya lebih dalam kita akan mengerti apa yang dimaksud bid'ah pada hadis tersebut.
Klasifikasi bid'ah menjadi bid'ah hasanah dan bid'ah sayyi'ah merupakan pendapat yang telah ditetapkan oleh para ulama yang diakui sebagai pakar qur'an dan hadis dari pendahulu umat ini semoga allah meridhoi mereka seperti al'izz bin abdissalam, nawawi, suyuthi, mahalli dan ibnu hajar.
Hadis-hadis nabi saling menjelaskan dan berkaitan satu sama lain sehingga kita harus melihat kesemuanya sebagai satu keseluruhan dan mengarahkannya sesuai dengan aturan dan metode yang telah ditetapkan dan disepakati oleh ulama. Tidak boleh kita mengambil mentah-mentah satu hadis tanpa mempelajari keseluruhan hadis lainnya yang masih berkaitan sebelum mengambil kesimpulan hukum dari hadis tersebut. Karena itulah kita menemukan banyak hadis yang penafsirannya membutuhkan kajian dan telaah lebih lanjut dari pakarnya dengan mengacu kepada standar yang telah diakui dan ditetapkan. Merumuskan syari'ah hanya boleh dilakukan para expert setelah melakukan analisa mendalam dengan memperhatikan dinamika sosial masyarakat dan mengarahkan hadis nabi sesuai dengan metode yang telah dikembangkan para ulama.
Termasuk kategori hadis di atas adalah sabda nabi "orang yang memiliki rasa sombong sedikitpun di hatinya tidak akan masuk surga". Dengan hanya melihat hadis ini, kita tidak boleh membuat sebuah kesimpulan bahwa orang yang memiliki sedikitpun rasa sombong tidak akan pernah masuk surga tetapi kita harus melihat secara menyeluruh, mengkaji dan meneliti apakah ada hadis lain yang masih berkaitan lalu menganalisa untuk merumuskan arah hadis di atas. Rasulullah juga pernah bersabda di lain kesempatan "orang yang masih memiliki iman sedikitpun dalam hatinya akan masuk surga". Dua hadis yang sepertinya tidak saling mendukung dan kontradiktif.
Kedua hadis di atas sepertinya memang bertentangan atau paradoks dan malah menimbulkan kebingungan jika dicerna mentah-mentah. Bisa saja orang yang sombong masih memiliki iman dalam hatinya. Lalu bagaimana statusnya apakah ia tidak akan masuk surga sebagaimana sabda nabi yang pertama atau akan masuk surga seperti bunyi hadis kedua? Di situlah dibutuhkan kejelian dan studi kritis untuk mengarahkan dan menafsirkan sebuah hadis dan itu hanya bisa dilakukan oleh mereka pakar hadis yang mengenal dan menghapal banyak hadis sehingga tidak terjadi disinterpretasi atau kesalahpahaman.
Para ulama telah memadukan maksud kedua hadis di atas sehingga tidak menimbulkan kontradiksi. Maksud hadis pertama adalah orang yang memiliki rasa sombong dalam hatinya tidak akan termasuk golongan mereka yang pertama-tama masuk surga, artinya mereka bisa masuk surga tapi bukan yang pertama-tama memasukinya. Sedangkan hadis kedua berarti mereka yang masih memiliki iman sedikitpun dalam hatinya maka ia akan masuk surga meski mungkin saja itu terjadi setelah melewati tahapan siksa neraka untuk mempertanggung jawabkan perbuatannya di dunia.
Begitu pula hadis nabi "semua bid'ah adalah sesat". Secara eksplisit hadis ini memang berarti semua bid'ah adalah sesat, tetapi sesuai dengan kaidah yang telah dirumuskan, tidak semua orang bisa menerapkan hadis nabi secara praktis lalu serta merta menggeneralisasikan hadis diatas untuk semua "hal baru". Bukan kapasitas kita mencomot langsung sebuah hadis untuk istinbath hukum langsung dari hadis tersebut. Perlu dilakukan telaah secara komprehensif karena masih banyak hadis-hadis lain yang berkaitan lalu dilakukan perpaduan sehingga bisa ditentukan maksud dari hadis tersebut.
Jika menilik redaksi hadis bid'ah yang bersifat umum lalu melihat perilaku para sahabat sebagai generasi terdekat yang tentunya paling memahami hadis nabi dari sudut kontekstual yang melingkupinya maka bisa ditarik kesimpulan bahwa yang dimaksud bid'ah pada hadis tersebut adalah bid'ah sayyi'ah, bida'h yang menyalahi norma syari'ah yang telah berlaku bukan semua hal baru hasil kreasi atau ijtihad para ulama yang mewarnai praktek ibadah umat islam dan bernilai positif tanpa menodai misi utama beribadah. Para sahabat nabi tidak menutup pintu untuk hal-hal positif yang belum pernah terjadi di zaman nabi saw. seperti kodifikasi al-qur'an yang terjadi pada era sayyidina utsman.Toh itu juga berangkat dari hadis nabi yang lain. Nabi bersabda yang kesimpulannya "barang siapa yang menjadi pelopor bagi tradisi yang bagus maka ia akan mendapatkan pahalanya dan pahala mereka yang mengamalkannya hingga hari kiamat".
Masih ada satu lagi yakni definisi bid'ah, berasal dari bahasa arab yang berarti hal baru, yang masih menjadi perdebatan. Jika mereka, orang yang memproklamirkan diri mengusung gerakan pemurnian islam itu menyalahkan kita karena membagi bid'ah menjadi dua macam dengan beralasan nabi sendiri tidak membaginya –di hadis tersebut- menjadi dua, maka kita mempunyai argumen bahwa nabi juga tidak membagi bid'ah menjadi bid'ah diniyyah dan dunyawiyyah seperti yang mereka katakan. Ini berarti kata bid'ah pada hadis tersebut tidak general. Masih perlu peninjauan pada hadi-hadis nabi yang lain untuk menentukan apa definisi bid'ah dan hadis nabi jualah yang menuntun kita untuk membaginya menjadi dua macam seperti pemaparan sebelumnya.
ditulis oleh Fahmi Amiruddin Zaini
Penerbit Imtiyaz mengucapkan terima kasih banyak sudah berkenan berbagi ^o^