Skip to content Skip to sidebar Skip to footer

Gaya di hadapan kamera:

1. Tahun 1860-1910, berfoto di studio, sendirian (+didampingi pasangan), duduk di atas kursi di samping meja kecil yang ada vas bunga, background hitam/putih polos, tatapan mata ke arah kanan/kiri, tanpa menghadap kamera. Ada pula yang berpose berdiri memakai jas menggandeng pasangan dengan rambut klimis dan kumis tebal. Pada era ini foto adalah lambang kemewahan dan modernitas.

2. Tahun 1920-1940 an. Studio foto mayoritas dikelola Tionghoa. Background polos, pose berdiri tegak menghadap kamera. Tatapan mata percaya diri dan tegang. Zaman ini mayoritas orang foto bersama keluarga. Foto setengah badan mulai tumbuh, dengan pose tersenyum, tatapan ke arah samping atas atau bawah.

3. 1940-1960 an. Background masih polos. Foto keluarga besar dengan wajah tegang miskin senyum semakin marak. Orangtua duduk di kursi. Bapak memakai jas resmi, ibu memakai kebaya dengan sanggul. Anak-anak yang mulai dewasa berdiri di samping kanan-kiri-belakang. Bocah-bocah dengan potongan rambut kuncung duduk lesehan di bawah sambil melongo menghadap kamera. Biasanya mereka bersila. Foto setengah badan semarak. Dibidik dari depan, wajah sedikit menoleh ke arah kiri atau kanan, bibir tersenyum, tatapan mata lurus, bisa juga ke bawah atau ke atas.

4. 1960-1980 an. Background semakin dinamis. Polos, warna warni, ada pula lukisan alam. Foto keluarga tetap ada dengan gaya yang sama dengan era sebelumnya. Tapi foto pribadi semakin marak. Biasanya foto seluruh badan utuh sambil berdiri. Pria memakai kacamata hitam, celana komprang rapi jali, kemeja yang pas dengan bentuk tubuh, jemari berada di saku samping, dan gaya rambut ikut model Dono Warkop. Adapun gaya fotonya mengikuti trend setter saat itu: Raden Haji Oma Irama yang dari gaya berfotonya selalu percaya diri dan optimis. Sebagai pemanis, bisa juga menyertakan jaket kulit yang sampirkan. Ada pula yang mengikuti gaya cover film ala Barry Prima, Herman Felani, atau Rano Karno. Adapun perempuan memakai gaya rambut Ida Royani, Ricca Rachim, Suzanna, atau ikut pose biduan sendu di sampul kaset seperti Endang S Taurina dan Betharia Sonata.

5. 1990-an. Gaya tetap terpengaruh bintang film. Baik foto di studio maupun foto pribadi seiring dengan gempuran kamera poket Fuji, Konica, dll. Adapun kalangan pesantren ikut gaya KH. Zainuddin MZ. Sorban di taruh di samping dengan songkok hitam. Karena zaman ini telepon merupakan barang mewah, banyak pula yang berpose dengan lagak menerima telepon. Ada yang menatap kamera ada pula yang menghadap samping. Baju mulai warna warni mencolok. Polkadot sempat jadi trend. Jilbab ala Nasida Ria, Sitoresmi, dan Neno Warisman jadi trend.

6. 2000-an ke atas. Studio foto mulai guncang akibat serbuan kamera saku. Usaha ini mulai sepi saat pelanggan cuma butuh cetak foto maupun foto separuh badan, hitam putih. Studio foto baru ramai dengan anak-anak sekolah yang berfoto bersama dewan guru dengan background lukisan bergambar buku. Usaha "foto kilat bisa ditunggu" yang dikelola bapak-bapak dengan kios kecil sudah babak belur, diganti dengan photobox di mall. Saat handphone berkamera marak, studio foto semakin cemas, beberapa bahkan kukut dan alih usaha cetak banner maupun fotokopi. Cetak foto cuma menjadi usaha sampingan. Hanya pemain lama yang bertahan, inipun melayani foto panggilan acara resepsi, wisuda, lokakarya, dll.

7. 2009 ke atas. Generasi alay merajalela. Pose menjulurkan lidah, memperotkan wajah, wajah diimut-imutkan sambil mecucu (ini apa istilah Indonesianya ya?haha) mendominasi. Sudut pengambilan gambar diubah secara ekstrem. Dari atas atau samping, dengan tatapan mata menghadap kamera. Dandanan juga aneh. Sampai sekarang pose model begini merajalela, terutama di FB. Entah sampai kapan.

8. 2013 ke atas......silahkan diprediksi!!

----
***mulih ngarit***
Posted by Penerbit imtiyaz,http://imtiyaz-publisher.blogspot.com/ Penerbit Buku Buku Islam

Post a Comment for "Gaya di hadapan kamera:"