Skip to content Skip to sidebar Skip to footer

Jepang & Harga Diri


Jepang itu bangsa yang menjunjung tinggi harga diri. Gengsinya juga luar biasa. Tapi hal ini malah bagus buat karakter manusianya. Kaisar Meiji memodernisasi Jepang tanpa menghapus karakteristik manusianya. Efeknya, Jepang yang dianggap negeri liliput ini sanggup mengalahkan Kekaisaran Rusia dalam perang 1905. Gila, ndan!.

Selepas itu, perkembangan teknologi digenjot dengan sinting dengan menerapkan prinsip ATM (Amati, Tiru, Modifikasi). Honda, Mitsubishi, Suzuki, dan corong industri lainnya adalah pabrikan yang dialihfungsikan untuk mendukung produksi alutsista Jepang secara besar-besaran menjelang Perang Dunia II. Ketangguhan lain bisa dilihat dari fakta bahwa, saat itu, Jepang adalah satu-satunya negara di Asia yang bisa memproduksi kapal induk secara mandiri, yaitu Kapal Induk Akagi, Hiryu, Shokaku, dan Soryu! Edan tenan! Meskipun kemudian capaian bergengsi ini malah dipakai mendukung sikap fasisme Jepang!

Kekuatan mereka memang rontok digebuk Sekutu dengan Bom Atom dan kekalahan di front tempur Asia, namun Jepang tetap berdiri dengan kepala tegak. Kontrol militer atas Jepang sebagai pecundang perang semakin menjadi-jadi tatkala AS menempatkan ribuan serdadu mereka di Okinawa sekaligus melarang mereka memiliki angkatan perang yang jadug, kecuali untuk pertahanan saja. Semenjak kekalahan, Jepang memilih perang di zona lain: teknologi! Hasilnya bisa dilihat di bidang otomotif, elektronik, hingga teknologi robot.

Di bidang budaya mereka memilih perang tanding pula. Karate, judo, jujitsu, aikido, hingga nunjutsu adalah babakan baru senjata budaya Jepang yang diekspor ke luar negeri secara lebih massif semenjak 1970-an. Di zona lain, misalnya, Jepang gengsi mengadopsi cerita Sinterklas, akhirnya kreasi pribumi muncul dengan Doraemon. Sama-sama punya kantong ajaib (hahaha). Jepang gengsi mengadopsi kisah detektif Sherlock Holmes, akhirnya muncul Detectif Conan. Dari sisi namanya jelas pengarang komiknya jatuh hati pada kemonceran otak Sir Arthur Conan Doyle, pencipta karakter Holmes. Karakter superhero lain juga banyak. Seabrek, dengan ciri khas tetap berkarakter dan berfilosofi Jepang. Hanya saja, entahlah, saya masih belum menemukan jawaban mengapa sepasang mata tokoh dalam komik Jepang justru bulat-bundar, bukan sipit!

Tampaknya, hanya dua kata kunci memahami Jepang: semangat Gambaru dan konsep yang dalam dunia pesantren disebut sebagai al-muhafazhatu 'ala al-qadim as-shalih wa al-akhdzu bi al-jadid al-ashlah!
Posted by Penerbit imtiyaz,http://imtiyaz-publisher.blogspot.com/ Penerbit Buku Buku Islam

Post a Comment for "Jepang & Harga Diri"