Awal
Juni 2008, saya sowan ke Mbah Yai Masyhudi, Prambon-Dagangan-Madiun.
Usianya menginjak 105 tahun. Bicaranya masih lantang, deretan giginya
juga utuh rapi, penglihatannya masih tajam, ketangkasannya hanya
berkurang sedikit akibat sakit beberapa minggu sebelumnya. Di kamar
pribadinya, beliau menyampaikan banyak hal (sebagian kecil sudah saya
tulis di buku "Cermin Bening dari Pesantren: Potret Keteladanan Para
Kiai [Khalista: 2009]"). Termasuk tentang Resolusi Jihad & kaitannya
dengan peristiwa 10 Nopember 45.
Mursyid Tarekat Syadziliyah
ini menuturkan, pasca terbitnya Resolusi Jihad & brosur ultimatum
tentara Inggris, para kiai+santri berkumpul di stasiun Madiun. Semua
bersenjata tradisional. Hanya beberapa yang memegang senapan hasil
rampasan Jepang. Tujuannya satu: menuju front jihad di Surabaya. Massa
membludak bersemangat, tapi apa daya gerbong tak cukup. Truk peninggalan
Belanda-Jepang juga telah disesaki mujahidin. Banyak pejuang yang tak
terangkut. Hebatnya, kata Mbah Yai Masyhudi, para pejuang yang gagal
berangkat ini malah menangis pilu karena tak bisa pergi berjihad.
Sebagian kembali ke pondok, sisanya berjalan kaki ke Surabaya!
Mujahidin-infanteri inilah yang sebagian besar bertempur di front
Sidoarjo dan sekitarnya (karena Surabaya telah luluh lantak!)
Mbah Yai Masyhudi saat itu berangkat mendampingi Kiai Sidiq, mertuanya.
Kiai Sidiq adalah salah satu kiai pendekar yang disegani di wilayah
Madiun inilah yang pada tahun 1948 menjadi salah satu korban pembantaian
yang dilakukan oleh PKI! --- Mbah Yai Masyhudi wafat pada 1
Maret 2009 dalam usia 106 tahun. Ila jami'is Syuhada', khususon ila
syaikhi wa murabbi, Masyhudi alhajj, lahumul fatihah
Posted by Penerbit imtiyaz,http://imtiyaz-publisher.blogspot.com/
Penerbit Buku Buku Islam
Post a Comment for "Mbah Yai Masyhud"