Jangan pernah menjadikan keberhasilanmu atau kesuksesan pribadimu untuk menghakimi orang lain
Kalau kita sudah punya anak, sebaiknya tidak usah membercandai sahabat yang belum dikaruniai momongan dengan ucapan guyon, namun nylekit.
Misalnya, ini yang sering dijumpai dalam gojlokan brutal antar suami: anumu kurang jos, ah bikin anak begitu saja nggak becus, jangan-jangan salah lubang tuh, kalau kamu belum punya buah hati itu belum menjadi pria sejati, atau ungkapan kasar lain.
Obyek gojlokan bisa saja hanya tertawa lisan, namun hatinya? Sakit, marah, kecewa, minder, dll.
Kalau antar istri, ungkapannya tidak melalui gojlokan, melainkan pertanyaan yang tampak konyol: sudah berapa tahun menikah kok belum juga hamil?; Lagi KB ya?; Kok nggak juga berisi, jangan-jangan mandul, sudah periksa belum?; Mungkin suamimu yang mandul, sudah berobat alternatif?; atau saran lain yang disampaikan dengan berbuih-buih, yang tentu saja obyek sarannya sudah mendengar berpuluh-puluh kali. Atau justifikasi yang menilai dengan sadis, seperti, ah sampeyan ini belum hamil jangan-jangan karena durhaka kepada suami; makanya jangan begini begitu biar perut segera ada isinya; tuh kan apa saya bilang, jangan bla-bla-bla, sampeyan harus begini-begitu biar segera hamil.
Aduuuuh. Kalaupun ada ungkapan, ah begitu saja tersinggung, kan hanya bercanda? Iya sih. Tapi guyon tetap ada batasnya, sekarib apapun persahabatan dan seerat apapun persaudaraan. Juga, sensitifitas seseorang berbeda satu dengan yang lainnya.
Kalau saya, ini kalau saya lho ya, ada dua pantangan gojlokan yang saya hindari: tentang anak, juga tentang orangtua. Ini sensitif. Ayolah, masih banyak soal lain yang bisa dijadikan tema bercanda. Tapi nggojloki sahabat yang belum diberi anugerah buah hati adalah salah satu kekurangajaran dalam persahabatan. Mendoakannya juga menyemangatinya itu lebih utama dan lebih baik. Inilah bentuk empati yang keren.
Dalam soal ini, saya ingat pesan almarhum bapak, "Jangan pernah menjadikan keberhasilanmu atau kesuksesan pribadimu untuk menghakimi orang lain. Jangan pernah!"
http://www.penerbitimtiyaz.com/
Post a Comment for "Jangan pernah menjadikan keberhasilanmu atau kesuksesan pribadimu untuk menghakimi orang lain"